Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Strategi PM melalui Papan Catur Dibuka “Chess is Life”

Salatiga — Program Pelatihan Guru “Strategi PM melalui Papan Catur” pola 38 JP resmi memulai sesi sinkronus perdana pada Kamis, 4 Desember 2025 melalui Zoom. Kegiatan ini menghadirkan Teduh Sukma Wijaya, S.Pd., guru Matematika SMP Negeri 3 Bukateja, Kabupaten Purbalingga, sekaligus Juara 1 lomba catur tingkat nasional PORSENIJAR, sebagai narasumber. Sesi dipandu oleh Dr. Saptono Nugrohadi, M.Pd., M.Si. selaku host.

Pada pembukaan, host menyampaikan bahwa pelatihan ini diarahkan untuk memperkaya strategi Pembelajaran Mendalam (PM) melalui aktivitas yang kreatif dan menyenangkan, dengan memanfaatkan prinsip-prinsip bermain catur sebagai skenario pembelajaran. Peserta yang hadir berasal dari berbagai daerah dan mengikuti kegiatan di tengah kesibukan akhir semester.

Dalam pemaparannya, Teduh menegaskan bahwa tujuan utama permainan catur hanya satu, yakni menangkap raja lawan lebih cepat dengan langkah yang sah. Menurutnya, kesederhanaan tujuan itu justru membuat catur efektif untuk melatih cara berpikir: memahami target, membaca kondisi, menganalisis kemungkinan langkah, lalu mengambil keputusan yang paling tepat.

“Catur itu terlihat sederhana, tapi caranya tidak sederhana,” ujar Teduh. Ia mengaitkan catur dengan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, di mana seseorang harus memahami tujuan, menilai posisi, dan merancang langkah yang tepat sambil mengantisipasi rencana pihak lain.

Sesi juga diisi dengan pengenalan papan catur, aturan dasar penempatan papan yang benar, serta fungsi dan langkah bidak—mulai pion, kuda, gajah, benteng, menteri, hingga raja. Teduh mempraktikkan contoh permainan menggunakan papan digital, termasuk memanfaatkan platform seperti chess.com sebagai sarana belajar, latihan, dan simulasi.

Melalui demonstrasi permainan, Teduh menekankan pentingnya membaca ancaman, kalkulasi pertukaran bidak, serta memahami kondisi skak dan skakmat. Ia juga menampilkan contoh “blunder” atau kesalahan fatal yang terjadi ketika pemain terlalu fokus pada rencananya sendiri dan lupa bahwa lawan punya peluang serangan balik.

Pada sesi tanya jawab, muncul pertanyaan mengenai bagaimana berpikir cepat namun tetap tepat saat bermain. Teduh menjelaskan bahwa kecepatan berpikir dalam catur sangat dipengaruhi latihan dan jam terbang. Ia menyebut dalam catur, pemain perlu membangun kebiasaan memikirkan kemungkinan langkah lawan saat lawan sedang berpikir, sehingga di kepala muncul “cabang-cabang langkah” untuk dipilih yang paling aman dan efektif.

Teduh juga menjelaskan kategori pertandingan berdasarkan waktu, mulai catur klasik, cepat, hingga kilat, serta menyinggung rating Elo sebagai indikator kemampuan pemain. Ia menyampaikan bahwa pemula umumnya berada di bawah 1.000, sedangkan atlet daerah bisa mencapai 1.800–1.900, dan level nasional sekitar 2.000 atau lebih, sementara mesin (engine) pada level tertinggi bisa mencapai 3.200.

Diskusi peserta turut menyoroti tantangan pembinaan catur usia dini, khususnya berkurangnya kompetisi tingkat SD karena catur tidak lagi masuk agenda POPDA maupun O2SN di sejumlah daerah. Menanggapi hal tersebut, Teduh menyampaikan bahwa beberapa pengurus Percasi di daerah melakukan terobosan dengan menyelenggarakan turnamen yang “menempel” pada momentum kegiatan dinas terkait agar peserta tetap memperoleh pengakuan berupa piagam.

Menutup sesi, Teduh menyampaikan pesan reflektif bahwa catur sangat dekat dengan kehidupan karena menuntut tujuan yang jelas, perencanaan, adaptasi terhadap perubahan situasi, serta pengambilan keputusan dalam batasan waktu. “Chess is life,” ujarnya, sembari mendorong agar catur dan dunia pendidikan dapat saling menguatkan.

Host kemudian menutup kegiatan dengan ajakan mengisi daftar hadir serta menyampaikan bahwa rangkaian pelatihan sinkronus akan berlanjut pada pertemuan berikutnya. Ia menegaskan bahwa langkah kecil guru—seperti langkah bidak di papan catur—dapat membawa perubahan besar ketika dibawa ke ruang kelas dan diterapkan dalam praktik pembelajaran sehari-hari.

Posting Komentar

0 Komentar