Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Strategi Branding Sekolah di Era AI: Storytelling, Cling AI, dan Canva sebagai Game Changer

SLCC PGRI Jateng, 15 Mei 2025 — Dalam era digital yang kian kompetitif, branding sekolah bukan lagi sekadar pilihan, tetapi keharusan. Hal tersebut ditegaskan oleh Kelik Yan Pradana, S.Pd., M.M., pakar konten digital dan narasumber utama dalam webinar SLCC PGRI Jawa Tengah, yang digelar secara daring bersama Dr. Saptono Nugrohadi, M.Pd., M.Si. Keduanya membedah strategi efektif membangun citra sekolah melalui konten digital yang terukur dan berbasis kecerdasan buatan (AI).

“Sekolah-sekolah sekarang tidak cukup hanya eksis di dunia nyata, tapi harus tampil menarik di dunia digital. Branding bukan hanya untuk promosi, tapi untuk bertahan,” tegas Kelik.

AI Bukan Sekadar Alat, Tapi Mitra Branding Sekolah

Kelik menjelaskan pemanfaatan AI tools seperti Canva AI dan Cling AI sebagai solusi cerdas untuk produksi konten visual dan video yang menarik. Dengan Canva, guru dapat menciptakan ilustrasi, video edukatif, dan poster promosi tanpa keterampilan desain profesional. Sementara Cling AI dan Huo AI dimanfaatkan untuk membuat gambar bergerak dan lip-sync video dari foto diam — fitur yang sangat membantu untuk membuat konten promosi sekolah menjadi lebih hidup.

“Contohnya, hanya dari dua gambar — wajah siswa dan sepatu sekolah — kita bisa buat konten promosi dengan voiceover otomatis. Itu bisa menciptakan keterlibatan lebih tinggi di media sosial,” jelas Kelik.

Storytelling dan Marketing Funnel untuk Sekolah

Lebih dari sekadar alat, Kelik menekankan pentingnya pendekatan storytelling dalam produksi konten. Strategi ini membantu membangun koneksi emosional dengan audiens — orang tua, siswa, hingga alumni — dengan menyajikan narasi yang menggugah. Formula yang direkomendasikan antara lain: Before-After, Hero’s Journey, dan Pixar Storytelling Formula.

Namun, menurut Kelik, kekuatan storytelling baru optimal jika diiringi dengan strategi pemasaran digital yang sistematis, yaitu marketing funnel. Ia memaparkan enam tahapan utama: Awareness, Interest, Consideration, Conversion, Loyalty, dan Advocacy.

“Banyak sekolah berhenti di tahap awareness. Padahal kita harus mendorong audiens hingga tahap conversion: mendaftar ke sekolah kita,” ujar Kelik.

Studi Kasus: Instagram Membawa Siswa dari Denpasar

Kelik membagikan pengalaman menarik dari sekolahnya, SMP Krista Citra. Salah satu siswa dari Denpasar mendaftar hanya karena melihat akun Instagram dan website sekolah.

“Ini bukti nyata. Bukan hanya soal visual bagus, tapi juga bagaimana konten itu dirancang untuk membentuk persepsi positif tentang sekolah,” ungkapnya.

Dr. Saptono Nugrohadi turut memperkuat argumen pentingnya keterlibatan siswa dan guru dalam proses branding. Ia menekankan bahwa sekolah harus menjadi tempat yang memberi inspirasi, bukan sekadar tempat belajar.

“Branding sekolah juga harus menyuarakan nilai-nilai keunikan yang dimiliki. Baik dari fasilitas, budaya sekolah, hingga aktivitas siswa. Itu semua bisa dibungkus dalam konten visual yang menarik,” ujar Dr. Saptono.

Pilar Konten dan Rencana Jangka Panjang

Webinar ini juga membahas pentingnya merencanakan konten pilar — yakni jenis konten yang dibuat secara rutin dan konsisten: konten informatif, edukatif, testimoni, promosi program unggulan, hingga konten ringan yang memunculkan engagement.

Kelik menyarankan agar publikasi sekolah tidak sekadar mendokumentasikan kegiatan, tetapi dirancang dengan target audiens yang jelas.

“Kalau hanya posting dokumentasi kegiatan tanpa arah, itu bukan strategi. Kita harus pikirkan siapa targetnya, apa tujuannya, dan ajak mereka bertindak. Itulah fungsi dari Call to Action,” pungkasnya.

Menuju Generasi Edu-Creator Sekolah

Di akhir sesi, Kelik mengajak guru-guru yang ingin lebih mendalami dunia konten untuk bergabung dalam program Akademi Educreator Kemendikbudristek, sebagai ruang belajar lanjutan yang dapat mendorong kualitas produksi konten sekolah ke tingkat profesional.

Era baru branding sekolah menuntut lebih dari sekadar kehadiran di media sosial. Sekolah perlu bertransformasi menjadi institusi yang cakap secara digital — memanfaatkan AI, membangun cerita, dan menjalankan strategi marketing funnel secara konsisten. Dengan pendekatan ini, sekolah tak hanya dikenal, tapi juga diminati dan dipercaya.

Posting Komentar

0 Komentar