Pandemi covid-19 yang sudah berlangsung satu tahun lebih dan tak kunjung berakhir bukan hanya melumpuhnkan ekonomi masyarakat tetapi juga memunculkan kekhawatiran terjadinya lost generation yang sangat berbahaya bagi bangsa ini. Pendapat ini diungkapkan Winarni, Guru SDIT Izzatul Islam Getasan, Kabupaten Semarang. Guru peraih Medali Emas Gurulympics Cabang V Sekolah Dasar tahun 2020 mengungkapkan keprihatinannya tentang kondisi pendidikan di masa pandemi covid-19 yang mengalami banyak kendala sehingga tujuan pendidikan secara umum sulit tercapai.
KBM Daring
Guru kelas IV yang juga Waka Kurikulum ini mengungkapkan adanya beberapa kendala dalam KBM daring yang ia alami. Diantaranya adalah gangguan sinyal karena sekolah berada di pegunungan, pengkondisian siswa yang berbeda antara di rumah dan di sekolah, dan karena orang tua kerja, guru harus menyesuaikan waktu dengan membuka kelas sehari 2 x, ada kelas pagi ada kelas sore. Kelas sore untuk anak-anak yang orang tunya bekerja.
Untuk mengatasi kendala dalam KBM daring tersebut, Winarni mengaku menerapkan pola memaksimalkan pelayanan ke siswa one by one. Jadi meskipun ada WAG, ia lebih suka menyampaikan info secara wapri. Dan dari situ tergali keunikan masing-masing anak berdasar komunikasi dirinya dengan orang tua siswa. Ada siswa saya yang kalo di sekolah sangat bagus dan bersemangat tetapi di rumah melempem karena saking manjanya. Beragam karakter anak tersebut ia siasati melalui komunikasi intensif dengan ortu, ia bangun kerjasama dengan ortu. Sehingga masing-masing memahami tugasnya.“Guru harus melakukan apa, Ortu harus melakukan apa, jadi singkron antara sekolah dan rumah”, jelasnya.
Sharing Dengan Orang Tua
Dalam kondisi pandemi saat ini, menurut Winarni, orang tua siswa menjadi kekuatan utama, jadi sebisa mungkin guru harus mendekati orang tua siswa karena selama PJJ anak dibawah pengawasan orang tua. Saling sharing dengan orang tua menjadi salah satu solusi untuk mengatasi berbagai kendala pembelajaran anak.
Pembelajaran Daring yang berlangsung cukup lama, menurut penulis banyak buku ini, akan sangat sulit mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan. SDM masyarakat kita belum mampu untuk sepenuhnya mengawasi anak, mengarahkan anak sesuai tujuan pendidikan.
“Fenomena yang terjadi saat ortu kerja, anak-anak ya bermain nggak karuan. Pernah Juni kemarin saya datangi rumah siswa satu demi satu, yang ortu nya kerja. Bangun tidur jam 7 itu mereka sudah main berkeliaran, sampai sore saat ortu pulang”, ungkap Winarni menjelaskan.
Melihat fenomena yang terjadi, Winarni berpendapat bahwa selama ini pendidikan belum menjadi sektor yang dianggap penting oleh pemerintah. Hanya ekonomi yang berkaitan dengan kesejahteraan yang lebih diutamakan.
Ia pun berharap, ada kolaborasi yang apik antara pemerintah, guru, dan orang tua agar PTMT di masa pandemi bisa berjalan dengan maksimal. Bagaimana pun juga, anak-anak lebih tertata karakter dan skill nya apabila mereka berada di sekolah, berjumpa dengan guru, walau secara terbatas.
“Di sekolah sudah jelas prokes dijalankan sangat ketat. Sedangkan di rumah, tidak semua anak bisa mematuhi prokes dengan baik, apalagi jika orang tua mereka bekerja. Semoga pemerintah lebih percaya dengan pendidikan dan sekolah karena saat di rumah anak-anak cenderung liar”, jelasnya.
Ancaman Lost Generation
PJJ saat ini masih banyak kendala, belum bisa berjalan secara optimal. Latar belakang masyarakat secara ekonomi maupun pendidikan, kendala sarana prasarana, pola pikir, dan budaya masyarakat kita belum mensupport sepenuhnya untuk menjalankan sistem pendidikan jarak jauh. Apalagi untuk guru SD, tantangan PJJ luar biasa.
Kemampuan membaca anak dan pembiasaan karakter menurun. Meski guru sudah bekerja keras, memberikan pelayanan kepada anak seharian, menguras waktu, tenaga dan pikiran, belum mampu mengatasi kendala PJJ.
“Jika kondisi seperti ini dibiarkan, atau tidak ada solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan, lost generation itu nyata di depan mata”, ungkapnya, mengingatkan kita semua. (pur)
0 Komentar